Rabu, 04 Mei 2011

MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM:


 Mencari Format Baru Manajemen yang Efektif di Era Globalisasi

Oleh: Prof. Dr. Tobroni, M.Si.
(Universitas Muhammadiyah Malang Indonesia)
Abstract
Once of characteristic of Islamic education is international  orientation. Statement from Mohammed Prophet to go to study in chine and statement from the Koran to study in the long distant[1] (Q.S. 9:122) showed us if Islamic Education has international   oriented. International Orientation is one important aspects to be international recognition and  reference,  and  viability or sustainability in the future.
There are differences   between internalization and globalization even though both of them have similarities. There are symmetric relation in internationalization, and a-symmetric  relation in the globalization between developed countries and developing countries.  Globalization in education is opportunity for developed counties as provider or exporter education services, and treatment for developing countries as  importer education services. Generally, Moslem counties are developing countries.
Now, Islamic education alike madrasah (school) and pesantren (Traditional Islamic Boarding School) have many problems in all its aspects in bench mark and threshold from vision and mission, learning process, governance, quality of teacher, physic and facilities, finance, and information system.  Even though we don’t agree about negative impact from  globalization, that is a historical necessary. So, Islamic education must to improve and empower  in all components its education. Innovation Islamic Education must be oriented for RAISE: relevant, academic atmosphere, institutional commitment, sustainability and effective productivity.
The importance thing to improve quality of Islamic Education is management and leadership aspects. The prior research show that is correlation between effective school and effective management and leadership. Basically, all models of management and leadership be good and suitable to improve quality of Islamic Education. In this paper, author propose three models of management: management based entrepreneurship,  management based society, and management based mosque;  and two models of leadership: situational leadership and spiritual leadership.
1. Tantangan Internasionalisasi dan Globalisasi
Dalam perbincangan sehari-hari, istilah internasionalisasi kurang popular dibanding dengan istilah globalisasi. Internasionalisasi dan globalisasi Menurut Sofyan Effendi[2] ibarat kembar siam yang hampir sama bentuk fisiknya tetapi berbeda sifat dan wataknya. Penulis mengibaratkan sebagai dua bentuk kolesterol dalam tubuh manusia. Yang pertama (internasionalisasi) diidentikkan dengan kolesterol baik (HDL) yang sangat dibutuhkan oleh manusia, sedang yang kedua (globalisasi) diidentikkan dengan kolesterol jahat (LDL) yang memang jahat, brutal, dan rakus lagi  tamak.
Dunia pendidikan sudah seharusnya diselenggarakan dengan semangat dan orientasi internasional. Hadis Rasulullah yang sangat terkenal memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina (negeri yang jauh). Al-Qur’an Surat Taubah ayat 122 secara tersirat memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu di tempat yang jauh sehingga kalau nantinya kembali dapat memberikan peringatan, pencerahan dan pemberdayaan bagi kaumnya.[3] Internasionalisasi pendidikan merupakan keniscayaan apabila sebuah bangsa ingin memiliki peradaban yang unggul. Pendidikan Islam pada masa Rasulullah sampai abad ke 13 memiliki semangat, orientasi internasional yang kuat. Salah satu contohnya adalah getolnya ilmuwan muslim untuk mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani dan Romawi untuk diterjemahkan, dikritisi dan dikembangkan sehingga melahirkan pemikiran, ilmu dan teknologi baru. Sesungguhnya ilmu pengetahuan, seni dan peradaban itu kata Rasululah merupakan “hikmah yang hilang,  dimanapun dan kepada siapapun, ambillah”.
Internasionalisasi pendidikan adalah upaya mengorientasikan dan menstandarkan mutu dan proses pendidikan melalui kerjasama internasional (antar Negara dan diantara Negara). Dalam internasionalisasi pendidikan, ideologi, tujuan, identitas budaya dan kepentingan   nasional masih menjadi dasar untuk membangun kerkjasama, dan kerjasama itu dilakukan dengan kesadaran dan sukarela. Setiap sekolah bebas memilih sekolah mitra dari luar negeri, memilih jenis dan program kerjasama, memililih waktu dan durasinya.
Baru-baru ini, semangat internnasionalisasi pendidikan mulai berkembang di Indonesia misalnya dengan dibukanya Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI). Juga semakin banyaknya lembaga pendidikan yang melakukan akreditasi dan  standarisasi tidak hanya oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN), tetapi juga badan regional dan internasional semacam Asean Univercity Network (AUN) ataupun Association of Southeast Asia Institute of Higher Learning (ASAIHL), International standard Organization (ISO). Semakin berkembang sekolah atau perguruan tinggi yang menjalin kerjasama dalam berbagai bentuk seperti pertukaran guru dan pelajar, pengadaan pilot project bersama, twining programs, sisters schools dan lain sebagainya
.
Sedangkan globalisasi lebih bersifat pemaksaan kehendak, aspirasi dan  kepentingan negara maju terhadap Negara sedang berkembang untuk melakukan integrasi dalam  pasar bebas bersama. Melalui Multi National Corporation (MNC) dan Trans National Corporation (TNC)  yaitu Bank Dunia (World Bank), International Monetary Foundation (IMF) dan Organisasi Perdagangan Dunia (world Trade Organization/WTO) globalisasi membonceng neo capitalism, neo liberalism dan neo colonialism. Menurut Stiglitz[4], globaliasi merupakan interdependensi yang a-simetris (tidak sejajar) antarnegara, lembaga, dan aktornya. Negara-negara sedang berkembang yang serba terbatas kemampuan dan ketercukupannya di bidang sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, sistem organisasi, sistem politik, sistem informasi dan komunikasi dan lain sebagainya harus bersaing dengan bebas (tanpa proteksi) dengan kekuatan negara maju yang dimotori oleh Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Persaingan dan pertandingan ini dapat diibaratkan petinju kelas terbang mini harus bertanding dengan kelas berat. Karena itu, interdependesi yang seperti itu jelas lebih menguntungkan negara –negara maju. Padahal, globalisasi awalnya dikampanyekan untuk membuka peluang bagi negara-negara berkembang guna meningkatkan kesejahteraannya melalui perdagangan global, tidak terbukti sama sekali, karena yang terjadi justru sebaliknya yaitu tatanan dunia yang penuh dengan ketidak-adilan, dan bahkan penindasan dan penjajahan baru (neo colonialism).
Menurut Effendi[5], logika yang mendasari ekspansi globalisasi gelombang ketiga diturunkan dari ideologi neoliberalisme, yang di dalam filsafat politik kontemporer memiliki afinitasnya dengan ideologi libertarianisme yang direntang melampaui batasnya yang ekstrem. Seperti halnya dengan libertarianisme yang membela kebebasan pasar dan menuntut peran negara yang terbatas, neoliberalisme percaya pada pentingnya institusi kepemilikan privat dan efek distributif dari ekspropriasi (pengambil-alihan) kemakmuran yang tidak terbatas oleh korporasi-korporasi transnasional.
Apa akibatnya kalau  pendidikan termasuk bagian dari komoditi dan komersialisasi sistem ekonomi global? Bagaimana strategi pendidikan Islam menghadapi hal itu? Benarkah globalisasi justru menawarkan peluang yang lebih menjanjikan bagi pendidikan untuk mewujudkan pendidikan bermutu internasional sebagaimana yang mungkin diyakini banyak ahli ekonomi?
2. Dampak Globalisasi bagi Pendidikan Islam
Globalisasi yang berkembang sekarang ini berwajah fundamentalisme pasar bebas dengan berbagai isntrumen pendukungnya jelas tidak menguntungkan negara sedang berkembang, namun globalisasi seperti itulah yang justru "dipaksakan" kepada negara-negara berkembang oleh negara maju melalui gurita pasar bebas yaitu IMF, Bank Dunia dan WTO. Dampak globalisasi di bidang pendidikan jelas menguntungkan Negara-negara maju. Masih menurut Sofyan Effendi (2007) tiga negara yang paling mendapatkan keuntungan besar dari liberalisasi jasa pendidikan adalah Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Pada 2000 ekspor jasa pendidikan Amerika mencapai USD 14 miliar atau 126 triliun rupiah. Di Inggris sumbangan pendapatan dari ekspor jasa pendidikan mencapai 4 % dari penerimaan sektor jasa negara tersebut. Sebuah publikasi rahasia berjudul Intelligent Eksport mengungkapkan bahwa pada 1993 sektor jasa telah menyumbangkan 20% pada PDB Australia, menyerap 80 % tenaga kerja dan merupakan 20 % dari ekspor total negeri kanguru tersebut.
Negeri-negeri muslim di seluruh dunia yang berpenduduk ± 1, 3 milyard jiwa,  merupakan salah negara-negara tujuan eksportir jasa pendidikan dan pelatihan dari Negara-negara maju. Hal ini diebabkan karena, pertama, perhatian umat Islam dan pemerintah negera-negara di dunia muslim terhadap bidang pendidikan masih rendah. Kedua, secara umum mutu pendidikan negeri-negeri muslim dari sekolah dasar sampai peguruan tinggi, jauh tertinggal dari standar mutu internasional. Kedua alasan tersebut sering menjadi alasan untuk "mengundang" masuknya penyedia jasa pendidikan dan pelatihan luar negeri ke negeri-negeri muslim. Untuk lebih meningkatkan ekspor jasa pendidikan ke negara-negara berkembang, intervensi pemerintah dalam sektor jasa tersebut harus dihilangkan. Liberalisasi semacam itulah yang hendak dicapai melalui General Agreement on Trade in Services (GATS).
Khusus di Indonesia, hingga saat ini, enam negara telah meminta Indonesia untuk membuka sektor jasa pendidikan yakni Australia, Amerika Serikat, Jepang, China, Korea, dan Selandia Baru. Subsektor jasa yang ingin dimasuki adalah pendidikan tinggi, pendidikan seumur hayat, dan pendidikan vocational dan profesi. Pendidikan dari perspektif industri tersier memiliki makna ganda: ekonomi, politik, budaya dan bahkan ideologis. Yang melatarbelakangi para provider pendidikan (negara-negara maju)  untuk membangun pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari motif-motif tersebut. Dampak negatip dari hal ini adalah: banyaknya pendidikan dalam negeri –terutama swasta Islam- yang kalah bersaing dan kemungkinan mengakibatkan gulung tikar. Secara politik, ekonomi, budaya, nasionalisme da islamisme anak-anak Indonesia bisa saja akan mengalami persoalan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan mempunyai tiga tugas pokok, yakni pertama, nation and character building atau civic mission. Pendidikan sangat vital peranannya dalam mentransfer nilai-nilai dan jati diri bangsa; kedua,  empowering of human resource melalui upaya mempreservasi, mentransfer, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya; dan ketiga, dalam konteks Islam, pendidikan merupakan salah satu media dakwah yang paling efektif. Karena itu, setiap upaya untuk menjadikan pendidikan dan pelatihan sebagai komoditas yang tata perdagangannya diatur oleh lembaga internasional, bukan oleh otoritas suatu negara, perlu disikapi dengan semangat nasionalisme dan Islamisme yang tinggi serta dengan kritis oleh masyarakat negara berkembang.
3. Strategi Pendidikan Islam Menghadapi Globalisasi
a. Perspektif Mikro Kelembagaan
Sebagaimana dikemukakan di muka, globalisasi dan internasionalisasi disamping punya perbedaan juga ada persamaannya. Persamaannya adalah adanya interkoneksitas antar bangsa-bangsa di dunia. Sedang pebedaannya, kalau internasionalisasi berarti go internasional yang artinya kita aktif dan terdapat hubungan yang simetris. Sedang apabila globalisasi berarti sebaliknya yaitu terpengaruhi, termasuki, dan bahkan terkooptasi oleh keadaan global yang  dimotori oleh ”gurita”nya yaitu IMF, Bank Dunia dan WTO. Dalam globalisasi, pendidikan Islam berada di pihak yang pasif sebagai akibat dari hubungan yang a-simetris atau persaingan yang tidak seimbang

Selasa, 19 April 2011

Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan



Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, maka filsafat pendidikan memiliki berbagai aliran atau mazhab, di antaranya :

1. Filsafat pendidikan idealisme
Idealisme berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegensi. Termasuk dalam paham idealisme adalah spiritualisme, rasionalisme, dan supernaturalisme. Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap karena dunia hanyalah merupakan tiruan belaka, sifatnya maya yang menyimpang dari kenyataan sebenarnya. Selain itu, menurut pandangan idealisme, nilai adalah absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik atau jelek secara fundamental tidak berubah, melainkan tetap dan tidak diciptakan manusia. Idealisme memiliki tujuan pendidikan yang pasti dan abadi, di mana tujuan itu berada di luar kehidupan manusia, yaitu manusia yang mampu mencapai dunia cita, manusia yang mampu mencapai dan menikmati kehidupan abadi yang berasal dari Tuhan.

2. Filsafat pendidikan realisme
Aliran ini berpendapat bahwa dunia rohani dan dunia materi merupakan hakikat yang asli dan abadi. Kneller membagi realisme menjadi dua :

Realisme rasional, memandang bahwa dunia materi adalah nyata dan berada di luar pikiran yang mengamatinya, terdiri dari realisme klasik dan realisme religiu Realisme natural ilmiah, memandang bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal manusia, melainkan dunia sebagaimana adanya, dan substansialitas,sebab akibat, serta aturan-aturan alam merupakan suatu penampakan dari dunia itu sendiri.
Selain realisme rasional dan realisme natural ilmiah, ada pula pandangan lain mengenai realisme, yaitu neo-realisme dan realisme kritis. Neo-realisme adalah pandangan dari Frederick Breed mengenai filsafat pendidikan yang hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi, yaitu menghormati hak-hak individu. Sedangkan realisme kritis didasarkan atas pemikiran Immanuel Kant yang mensintesiskan pandangan berbeda antara empirisme dan rasionalisme, skeptimisme dan absolutisme, serta eudaemonisme dengan prutanisme untuk filsafat yang kuat.

3. Filsafat pendidikan materialisme
Materialisme berpandangan bahwa realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual, atau supernatural. Cabang materialisme yang banyak dijadikan landasan berpikir adalah positivisme yang menganggap jika sesuatu itu memang ada, maka adanya itu adalah jumlah yang dapat diamati dan diukur. Oleh karena itu, positivisme hanyamempelajari yang berdasarkan fakta atau data yang nyata.

4. Filsafat pendidikan pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak, tidak doktriner, tetapi relatif atau tergantung pada kemampuan manusia. Dalam pragmatisme, makna segala sesuatu dilihat dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan, atau benar tidaknya suatu ucapan, dalil, dan teori, semata-mata bergantung pada manusia dalam bertindak. Menurut pragmatisme, pendidikan bukan merupakan proses pembentukan dari luar dan juga bukan pemerkahan kekuatan laten dengan sendirinya, melainkan proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman individu

Minggu, 17 April 2011

Definisi pendidikan

Seorang calon pendidik hanya dapat melaksanakan tugasnya denga nbaik jika memperoleh jawaban yang jelas dan benar tentang apa yang dimaksud pendidikan. Jawaban yang benar tentang pendidikan diperoleh melalui pemahaman terhadap unsur-unsurnya, konsepdasar yang melandasinya, dan wujud pendidikan sebagi sistem. Bab II ini akan mengkaji pengertian pendidikan,unsur-unsur pendidikan, dan sistem pendidikan.


A. PENGERTIAN PENDIDIKAN

1. Batasan tentang Pendidikan

Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.

a. Pendidikan sebagai Proses transformasi Budaya

Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.

b. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi

Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri.

c. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warganegara

Pendidikan sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.

d. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja

Pendidikan sebagai penyimpana tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.

e. Definisi Pendidikan Menurut GBHN

GBHN 1988(BP 7 pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasiaonal yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

2. Tujuan dan proses Pendidikan

a. Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dazn merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.

b. Proses pendidikan

Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilitas segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan, Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya , pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso, mikro. Adapun tujuan utama pemgelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM: Analisis Filosofis Metoda

Oleh: Muhammad Kosim LA
 
Pendidikan Islam merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen penting yang saling berhubungan. Di antara komponen yang ada dalam sistem tersebut adalah metode dan alat. Pengkajian terhadap metode dan alat memang menjadi bahan diskusi yang tetap aktual dan menarik, sebab keduanya turut menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan yang dilaksanakan dalam mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu metode dan alat mesti dikembangkan secara dinamis sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman.Dalam konteks pendidikan Islam, metode dan alat pendidikan tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan sistem pendidikan lainnya. Maka pengembangan metode dan alat yang diinginkan dalam sistem pendidikan Islam harus sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri.Pengembangan metode dan alat pendidikan itu harus dilakukan, khususnya para pelaksana pendidikan Islam. Jika metode dan alat yang digunakan—meminjam istilah Mastuhu—masih bersifat klasik, statis dan cenderung membosankan peserta didik, maka akan berdampak terhadap kualitas kehidupan umat Islam itu sendiri yang akan terus terbelakang. Memang ada kecenderungan selama ini bahwa dinamika pendidikan Islam dalam tataran pelaksanaanya kurang mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan lain. Hal itu tentu dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu di antaranya adalah lemahnya pengembangan metode dan alat pendidikan.Untuk itu, makalah yang sederhana ini akan menganilisis secara filosofis tentang metode dan alat dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, dengan harapan kajian ini memberikan pemahaman yang lebih utuh tentang konsep keduanya sehingga memberikan kontribusi yang jelas terhadap pengembangan keilmuan di bidang pendidikan Islam. Namun, apa yang tertulis secara eksplisit dalam makalah ini tentu kurang memadai untuk memenuhi harapan tersebut tanpa adanya kritik, saran dan diskusi lebih lanjut tentang gagasan-gagasan yang ada. Maka kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan dari peserta diskusi untuk memenuhi harapan dimaksud.B.Analisi Filosofis tentang Metode Pendidikan1.Antara Epistemologi, Metodologi dan MetodeDalam kajian filsafat, ontologi, epistemologi, dan aksiologi merupakan tiga sub sistem dari filsafat. Ontologi merupakan teori tentang ”ada”, yaitu tentang apa hakikat sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran. Epistemologi merupakan teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Sementara aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat, kegunaan atau fungsi dari objek yang dipikirkan. Dengan gambaran sederhana dapat dikatakan bahwa ada sesuatu yang perlu dipikirkan (ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkannya (epistemologi), kemudian timbul hasil pemikiran yang memberikan suatu manfaat atau kegunaan (aksiologi).Pendidikan juga merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen. Salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan adalah metode. Secara sederhana dapat dipahami bahwa metode dalam pendidikan adalah cara yang digunakan untuk mewujudkan suatu tujuan yang diinginkan. Dengan demikian ada kaitan yang erat antara epistemologi dengan metode, bahkan dengan metodologi. Epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur/cara-cara mengetahui sesuatu. Sedangkan metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Jadi, jika metode bicara tentang prosedur sesuatu maka metodologilah yang merangkai secara konseptual tentang prosedur tersebut

Sabtu, 16 April 2011

Filsafat Pendidikan Islam


Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsumg yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio.
Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.

Pengertian Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.

Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.

Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.

Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si - terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.

Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran

Jumat, 15 April 2011

KONSEPSI PENDIDIKAN KRITIS ALA PAULO FREIRE


Pendidikan merupakan suatu proses di dalam menemukan transformasi baik dalam diri, maupun komunitas. Oleh sebab itu, proses pendidikan yang benar adalah membebaskan seseorang dari berbagai kungkungan, intimidasi, dan ekploitasi. Disinilah letak afinitas dari paidagogik, yaitu membebaskan manusia secara comprehensive dari ikatan-ikatan yang terdapat diluar dirinya atau dikatakan sebagai sesuatu yang mengikat kebebasan seseorang.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan elemen yang sangat signifikan dalam menjalani kehidupan. Karena dari sepanjang perjalanan manusia pendidikan merupakan barometer untuk mencapai maturasi nilai-nilai kehidupan. Ketika melihat dari salah satu aspek tujuan pendidikan nasional sebagai mana yang tercantum dalam UU RI SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, tentang membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur melalui proses pembentukan kepribadian, kemandirian dan norma-norma tentang baik dan buruk. Pendidikan diartikan sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Dan dalam pasal 1 UU Sistem Pendidikan Nasional juga jelas memposisikan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak serta ketrampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1]
Dengan demikian manusia dengan pendidikan yang dijalaninya akan menjadi manusia yang berkepribadian utuh. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang agamis misalnya , rumusan kepribadian yang utuh itu tercermin dalam UU No. 2 th 1989 yang tentang Sistem Pendidikan Nasional pada prinsipnya tujuannya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seututuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan

Rabu, 13 April 2011

Active Learning

A. Pengertian Active Learning
Berdasarkan buku Active Learning (Melvin L. Silberman: 2009) yang dinamakan belajar yang aktif itu ialah yang setidaknya harus dapat melibatkan dan memperhatikan lima faktor utama yaitu: pengolahan kerja otak, gaya belajar, sosial proses belajar, kehawatiran tentang belajar aktif dan perlengkapan belajar aktif (sarana prasarana).
Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa dalam uapaya menumbuhkan atau menciptakan belajar aktif itu ialah banyak hal yang perlu kita perhatikan dan persiapkan. dalam buku ini sangat detail dipaparkan mengenai langkah-langkah upaya untuk menciptakan suasana yang benar-benar tercipta belajar aktif, mulai dari tata letak menyusun kelas, cara agar mendapatkan partisipasi dari siswa (objek), cara agar mendapatkan mitra belajar, cara bagaimana agar dapat mengetahui harapan siswa, cara mengefektifkan siswa, strategi membuat kelompok, cara menyeleksi ketua, mempasilitasi ketika diskusi, seni peran, penghematan waktu penanganan jika keadaan sulit diatur atau terjadi suasana yang gaduh (ribut).
Jadi dapat disimpulkan aktif learnig itu ialah upaya menciptakan gaya dan pola belajar mengajar atau pola pembelajaran yang dapat melibatkan interaksi yang tidak haya searah antara murid dan siswa namun dapat terjalin secara keseluruhan dan guru tidak lagi sebagai yang mentransper ilmu melainkan sebagai kawan (pengarah) kegiatan pembelajaran tersebut. sehingga siswa tidak akan haya duduk tetapi bisa aktif dengan mau bertanya, mencari, mengomentari, bahkan menjelaskan menurut apa yang telah dia ketahui dan pahami.

B. Komponen-Komponen (Syarat) Active Learning
Sebagaimana telah diketahui pada bahasan awal bahwa kegiatan belajar aktif itu ialah yang banyak melibatkan elemen lain yang senantiasa akan membantu terciptanya suasana belajar yang nyaman, aktif, kondusif sehingga teraarah

Kamis, 07 April 2011

Hakekat Pendidikan Menurut Pemikiran Muhammad Iqbal

A.      Pendahuluan
Muhammad Iqbal
Pembahasan berikut bermaksud menelusuri dan mengkap pemikiran pembaharuan pemikiran menurut M. Iqbal ( 1877-1938m) semenjak ia meraih gelar doktor dalam bidang filsafat pada tahun 1907 sampai wafatnya tahun 1938. Pemikiran pembaharuan M. Iqbal dalam bidang pendidikan juga perlu dikaji, mengingat ia adalah seorang pembaharu muslim yang pembaruannya lebih ditekankan pada bidang filsafat, sehingga iqbal lebih dikenal dengan seorang filosof dari pada teolog atau penyair. Karena bidang filsafat yang mendapat penekanan serius, maka pembaharuan pemikiran yang dilakukanya hampir pasti menyentuh semua bidang studi keislaman.
Pembaharuan pemikiran iqbal memang sangatlah konfrehensif, dengan menyentuh semua sendi-sendi kehidupan kaum muslim. Oleh karena itu sangatlah wajar apabila ia mempunyai pengaruh yang sangat signifikan bagi pembaharuan dunia islam kontemporer. Bahkan menurut Nourouzzaman shiddiqi, pemikiran fazlur rohman sendiri mendapat pengaruh dari pemikiran filsafat islam yang berkosentrasi pada rekonstruksi pemikiran. M. Iqbal menurut Mukti Ali, merupakan pemikir yang kuat dan lebih menghadap kedepan dari pada kebelakang.
B.       Biografi Muhammad Iqbal.
Iqbal dilahirkan di Sialkot-India (suatu kota tua bersejarah di perbatasan Punjab Barat dan Kashmir) pada tanggal 9 November 1877/ 2 Dzulqa'dah 1294 , dan wafat pada tanggal 21 April 1938. Meski terlahir dari keluarga miskin, berkat kecerdasannya dalam memahami ilmu, bantuan beasiswa ia peroleh dari tingkat sekolah menengah hingga perguruan tinggi. Iqbal pun mendapatkan pendidikan yang baik. Setelah pendidikan dasarnya selesai di Sialkot, ia masuk Government College (Sekolah Tinggi Pemerintah) Lahore. Ayah M. Iqbal bernama Nur Muhammad, seorang pedagang muslim yang taat beribadah dan sufi, Karena kesalehan dan kecerdasannya, penjahit yang cukup berhasil ini dikenal memiliki perasaan mistis yang dalam serta rasa keingintahuan ilmiah yang tinggi. Tak heran, jika Nur Muhammad dijuluki kawan-kawannya dengan sebutan "Sang Filosof tanpa guru.
Ibunda Iqbal, Imam Bibi, juga dikenal sangat relegius. Ia membekali kelima anaknya, tiga putri dan dua putra, dengan pendidikan dasar dan disiplin keislaman yang kuat. Di bawah bimbingan kedua orangtuanya yang taat inilah Iqbal tumbuh dan dibesarkan. Kelak di kemudian hari, Iqbal sering berkata bahwa pandangan dunianya tidaklah dibangun melalui spekulasi filosofis, tetapi diwarisi dari kedua orangtuanya tersebut.

C.       Pendidikan menurut Muhammad iqbal
Selama berabad-abad, kaum muslim terpukau oleh pemahaman keagamaan yang sempit, seakan-akan mengkaji alam semesta dan sejarah bukan merupakan perbuatan agama. Dengan keterpukauan ini, tidak mengherankan apabila kaum teolog abad klasik terlalu sibuk mengurus Tuhannya, sehingga manusia dibiarkan terlantar dibumi. Dibawah bayang-bayang filsafat Hellenisme-yunani, teologi islam telah berkembang jauh. Akan tetapi pada waktu yang sama , teologi ini telah mengaburkan wawasan kaum muslim tentang Al-quran. Oleh karena itu iqbal memandang bahwa kini sudah saatnya kaum muslim melakukan rekonstruksi pemikiran dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan islam.
Sebuah buku, apabila sebuah kurikulum  pendidikan bagi kaum muslim. Namun secara kontekstual , seluruh pemikirannya mengisyaratkan perlunya rekonstruksi dalam bidang pendidikan islam. Melalui sajak-sajaknya iqbal Sebenarnya M. Iqbal secara tekstual belum pernah menulis teori atau filsafat pendidikan dalam melakukan kritik terhadap sistem pendidikan yang berlaku pada saat itu.
Setelah M. Iqbal mengemukakan kritiknya terhadap dua sistem pendidikan yang ada pada waktu itu, bagaimanakah pemikiran iqbal sendiri tentang pendidikan? Ada 8 pandangan iqbal tentang pendidikan dalam rangka melaksanakan gagasan rekonstrusi pemikirannya.
Kedelapan pandangan ini adalah:
1)      Konsep individu
Dengan konsep ini iqbal menekankan bahwa hanya manusia yang dapat melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan menurut iqbal harus dapat memupuk  sifat –sifat individualitas manusia agar menjadi manusia yang  sempurna. Yang dimaksud manusia aempurna disini adalah manusia yang dapat menciptakan sifat-sifat ketuhanan menjelma dalam dirinya, sehingga ia bisa berprilaku seperti Tuhan.
2)      Pertumbuhan individu
M.iqbal berpendapat bahwa manusia sebagai mahkluk individu akan mengalami berbagainperubahan secar dinamis dalam rangka interaksinya dengan lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan harus dapat mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan individu tersebut kearah yang optimal.
3)      Keseimbangan jasmani dan rohani
Dalam pandanga iqbal perkembangan individu memiliki implikasi bahwa ia harus dapat mengembangkan kekayaan bathin dan eksistensinya. Pengembangan kekayaan batin ini tidak dapat dilaksanakan dengan melepaskannya dari kaitan materi. Oleh karena itu, antara jasmani sebagai realitas dengan rohani sebagai ide harus dipadukan dalam proses pengembangan individu.
4)      Pertautan individu dengan masyarakat.
Pemahaman diatas memberikan pengertian mendalam tentang hakekat pertautan antara kehidupan individu  dengan kebudayaan masyarakat. Masyarakat adalah tempat individu menyatakan keberadaannya. Oleh karena itu, tanpa masyarakat kehidupan individu akan melemah dan tujuan hidupnya menjadi terarah.
5)      Kreatifitas individu
M. iqbal menolak kausalitas tertutup, yang menyebabkan seolah-olah tak ada satupun yang baru yang dapat ataupun mungkin terjadi lagi. Sesungguhnya manusia memiliki kreativitas yang perlu dikembangkan secara evolutif.
6)      Pesan intelek dan intuisi
Ada dua cara untuk dapat menangkap realitas. Masing-masing cara mempunyai cara khusus dalam mengarahkan dan memperkaya kreatifitas manusia.
7)      Pendidikan watak
Apabila manusia melengkapi diri dengan sifat individualitas yang dapat berkembang secara optimal, yang kemudian dilandasi dengan keimanan yang tangguh, maka ia dapat menjelma menjadi kekuatan yang tak terkalahkan.
8)      Pendidikan sosial
M. iqbal menandaskan bahwa kehidupan sosial selayaknya diatas dasar dan prisip tauhid. Tauhid seyogyanya dapat hidup dalam kehidupan intelektual  dan emosional manusia

Minggu, 03 April 2011

Pengertian Kurikulum

Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.[1]
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.[2]
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:
“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”[3]
Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).[4]
Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).[5]
Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).[6]
Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu

Merebut Makna, Belajar Bahasa Kehidupan


DALAM bahasa yang kita gunakan, kata Ludwig Wittgenstein, ahli filsafat bahasa dari Austria, tersirat suatu orientasi hidup yang bukan saja mencakup konsep yang kita anut mengenai sekitar, melainkan juga perasaan, nilai, pikiran, kebudayaan, hingga takhayul. Bahasa amat penting. Ialah yang menentukan hubungan dan pergaulan dalam segala segi di masyarakat.
Dengan bahasa kita dapat menyembunyikan dan mengungkap pikiran, dengan bahasa pula kita mencipta dan menyudahi konflik. Karena bahasa, kita menyerahkan cinta dan dengannya pula kita mengumumkan perang. Singkatnya, bahasa adalah petunjuk kehidupan dan gambaran dunia kita. Padanya ditemukan analisis objektif kehidupan kita.

DENGARKAN laporan dan berita di televisi, bising ujaran di kampus, dan saksikan kemampuan baca tulis di hampir semua lapisan. Kalimat yang tidak koheren, ejaan serampangan, pilihan kata yang bersalahan sampai ke kisah yang tidak berkembang dan mudah ditebak apalagi tidak imajinatif, ditemukan di banyak terbitan. Buku yang amat diminati, bahkan dipenuhi bahasa lisan

Senin, 28 Maret 2011

Apa yang Dipelajari Anak di Sekolah



Cica mencuci cangkir dan piring
“Cuci tanganmu sebelum makan,Cica!” kata Ibu
“Ya, Bu,” jawab Cica.
“Coba cari adikmu!” Cica mencari adiknya. Adik Cica sedang membaca.
“Badanmu kotor, Yun. Bersihkan dulu badanmu!”
“Ya, Kak,” kata Yuyun.
Mereka biasa hidup bersih. Bersih itu sehat.

Teks dialog tanpa judul tersebut terdapat dalam buku Aku Cinta Bahasa Indonesia terbitan Tiga Serangkai Solo (2002). Buku ini dimiliki oleh hampir setiap siswa kelas satu di beberapa sekolah dasar di Yogyakarta dan Jawa Tengah yang menjadikan buku ini sebagai buku utama dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Teks di atas memang dibuat untuk siswa kelas satu SD yang sedang belajar membaca permulaan, yang biasanya terfokus pada latihan melisankan bacaan mulai dari melafalkan huruf, suku kata, kata dan kalimat secara benar, jelas dan lancar. Tetapi apakah dengan demikian teks boleh dibuat sembarangan tanpa mempertimbangkan logika berbahasa? Perhatikan saja urutan deskripsi peristiwanya. Bagi umumnya anak-anak, logika peristiwa yang lebih mudah dipahami tentunya mencuci cangkir dan piring dilakukan setelah makan, bukan sebelum makan seperti pada bacaan di atas. Juga lebih mudah dipahami jika badan adik kotor ketika sedang bermain pasir atau tanah, bukan ketika sedang membaca . Sementara itu dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk siswa kelas lima SD, Bina Bahasa Indonesia terbitan Erlangga Bandung (2003) terdapat teks bacaan seperti berikut:
 
Wajib Belajar
Desa kelahiran orang tua Indri tergolong tandus. Penduduk hanya panen setahun sekali. Itu pun kalau ada air hujan. Hasil pertanian penduduk umumnya singkong dan ubi jalar. Keadaan seperti itu bukan menandakan penduduknya miskin. Justru penduduknya tergolong makmur. Banyak hal yang dapat mereka kerjakan. Kaum ibu membentuk Home Industry atau Industri Rumah Tangga Jika kita masuk ke toko suvenir, hampir semua suvenir di sana adalah karya ibu-ibu. Begitu pula kalau kita berbelanja kue-kue tradisional. Semua itu hasil dari desa kelahiran ibunya Indri. Bagaimana dengan aktivitas bapak-bapak dan para remaja? Di sana tidak kita jumpai penduduk yang duduk di pojok gang atau di warung kopi. Konon sebagian besar remaja bekerja di kota lain. Mereka mengirimkan sebagian gaji ke desa untuk membeli sawah dan menyekolahkan adik-adik mereka. Jika ada anak usia sekolah berkeliaran pada waktu tersebut, setiap orang wajib menegur. Jika ternyata orang tua atau kakaknya yang menyuruh, pasti mendapat sanksi

Refleksi Pendidikan Bersama Paulo Freire



SECARA kebetulan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei bertepatan dengan meninggalnya filosof pendidikan terkemuka abad ke-20, Paulo Freire, pada 2 Mei 1997. Tulisan ini dimaksudkan sebagai renungan memperingati Hardiknas dengan mendiskusikan pemikiran Freire dan kemungkinan dikontekstualisasikan di Indonesia.
Untuk menggambarkan betapa pentingnya Freire dalam dunia pendidikan bisa disimak dari statemen Moacir Gadotti dan Carlos Alberto Torres (1997) "Educators can be with Freire or against Freire, but not without Freire." Pernyataan ini menunjukkan signifikansi Freire dalam diskursus pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia (ada sembilan buku yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia). Sebagai seorang humanis-revolusioner, Freire menunjukkan kecintaannya yang tinggi kepada manusia. Dengan kepercayaan ini ia berjuang untuk menegakkan sebuah dunia yang "menos feio, menos malvado, menos desumano" (less ugly, less cruel, less inhumane).
Mengapa Freire punya banyak pengikut? Menurut kesaksian Martin Carnoy (1998), dikarenakan dia mempunyai arah politik pendidikan yang jelas. Inilah yang membedakannya dengan Ivan Illich. Arah politik pendidikan Freire berporos pada keberpihakan kepada kaum tertindas (the oppressed). Kaum tertindas ini bisa bermacam- macam, tertindas rezim otoriter, tertindas oleh struktur sosial yang tak adil dan diskriminatif, tertindas karena warna kulit, jender, ras, dan sebagainya.
Paling tidak ada dua ciri orang tertindas. Pertama, mereka mengalami alienasi dari diri dan lingkungannya. Mereka tidak bisa menjadi subyek otonom, tetapi hanya mampu mengimitasi orang lain.
Kedua, mereka mengalami self-depreciation, merasa bodoh, tidak mengetahui apa-apa. Padahal, saat mereka telah berinteraksi dengan dunia dan manusia lain, sebenarnya mereka tidak lagi menjadi bejana kosong atau empty vessel, tetapi telah menjadi makhluk yang mengetahui. Pertanyaannya, bagaimana mengemansipasi mereka yang tertindas?